Selasa, 04 Desember 2007

Menguras Uang Rakyat

Membaca berita di Harian Kompas tanggal 29 November 2007 pada halaman 2 yang berjudul “Melonjak, Bantuan untuk Parpol dari APBN” membuat kita sangat prihatin. Bagaimana tidak, Para Anggota DPR kita “yang terhormat” sedang menggodok Rancangan Undang-Undang Partai Politik yang di dalamnya menyepakati bantuan dari APBN diberikan setiap tahun dan dihitung berdasarkan perolehan suara seperti tahun 1999.

Pada Pemilu 1999 satu suara dihargai Rp1.000,- dan untuk Pemilu 2009 harga satu suara diusulkan ada kenaikan dan dipertimbangkan juga tingkat kemahalan yang berbeda-beda di setiap daerah. Bila pada Pemilu 1999 bantuan diberikan pada semua partai, pada Pemilu 2009 hanya pada partai yang memperoleh kursi. Pada Pemilu 2004 dihitung berdasarkan kursi yang dihargai Rp21 juta per kursinya.

Pemikiran yang sangat aneh. Suara rakyat ternyata bisa dihargai berbeda tergantung tingkat kemahalannya. Suara rakyat sudah dijadikan komoditas seperti semen, ayam, beras dan lain sebagainya. Kalau harga ayam di Wamena tahun 2000 lalu Rp100ribu per ekor maka mungkin tahun 2009 nanti harga ayam di Wamena sudah Rp150ribu per ekor. Secara logika berarti suara rakyat di Wamena lebih mahal di banding suara rakyat di Jakarta, Palembang or Kebumen??? Bukankah suara rakyat adalah "Suara Tuhan" yang posisinya sama baik di Wamena or Kebumen yang harus didengarkan dan disejahterakan bukannya dinilai sebagai komoditas??? Bukankah sudah tugas partai politik meraih simpati untuk dipilih oleh rakyat dari Sabang sampai Merauke tanpa perlu "insentif" Rp1.000 per suara??? Saya jadi teringat insentif yang diberikan sang ayah saat mencari rambut putih di kepala nya waktu masih SD, Rp100 untuk setiap helai yang saya cabut dan kumpulkan. Saya jadi bersemangat sekali dalam "bekerja" mencari rambut putih.

Masih dalam berita yang sama, Direktur Eksekutif Centre for Electoral Reform (Cetro) Hadar N. Gumay menghitung bahwa bila satu suara dihargai Rp1.000,- saja, APBN harus mengeluarkan Rp112,2 miliar per tahun untuk mensubsidi partai politik. Bila dihitung Rp21juta per kursi, maka APBN menanggung Rp11,5 miliar per tahun.

Seharusnya kita sangat geram dan mengutuk tindakan para wakil rakyat itu. Memang secara formal mereka adalah perwakilan kita dari proses pemilu, namun secara realitas tindakan-tindakan mereka yang mengutamakan kepentingan dan masa depan rakyat masih relatif dipertanyakan. Apakah mungkin para wakil rakyat yang mempunyai mental seperti itu karena mereka dipilih oleh mayoritas rakyat yang relatif lugu (masih bodoh) dan tidak sanggup berpikir panjang dalam mengambil keputusan? Seperti istilah kampanye seorang kandidat gubernur lalu dikatakan “karena Rp50 ribu, menderita lima tahun”. Mungkin fenomena inilah yang berulang terjadi dalam setiap pemilu beserta ekses-ekses negatif lainnya.

Dengan Rp112,2 miliar berapa banyak gedung sekolah yang bisa dibangun setiap tahunnya? Anggaplah misal sebuah gedung sekolah dibangun dengan biaya Rp100juta, maka dengan Rp112,2 miliar per tahun dapat dibangun sebanyak 1.112 gedung sekolah setiap tahunnya. Selama lima tahun dapat dibangun sebanyak 5.610 gedung sekolah. Jumlah yang sangat cukup untuk mengganti semua bangunan sekolah yang rusak parah dan hampir roboh di seluruh Indonesia. Dengan dana Rp11,5 miliar per tahun pun mampu dibangun sebanyak 115 sekolah per tahun. Jumlah yang sangat berarti dan dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat di banding jika dana tersebut masuk ke dalam kantong partai.

Dalam sektor kesehatan, negara kita hanya mampu membayar asuransi Rp20 ribu untuk seorang rakyat miskin, bandingkan dengan Thailand yang mengalokasikan Rp500 ribu lebih untuk asuransi kesehatan rakyatnya. Dengan Rp112,2 miliar maka tersedia tambahan dana asuransi kesehatan untuk 5.610.000 orang miskin di Indonesia per tahun. Dengan alokasi yang tepat dan supervisi yang efektif, dana-dana ini dapat sangat membantu rakyat dalam mengatasi masalah kesehatan. Sekali lagi bandingkan manfaatnya jika dana tersebut masuk ke kantong-kantong partai.

Bayangkan juga berbagai dana-dana yang dihamburkan para wakil rakyat dan aparat pemerintah yang belum tentu ada manfaatnya bagi rakyat seperti pembelian mesin cuci, jas, laptop, studi banding ke luar negeri dan lain sebagainya, jika dialokasikan secara transparan dan akuntabel dalam APBN/APBD dan dilaksanakan oleh pemerintah secara efektif, efisien dan tetap sasaran minus penyunatan, tanda terima kasih, uang lelah dan berbagai jenis korupsi lainnya, berapa banyak masalah di negara kita yang bisa diselesaikan dan akhirnya mensejahterakan rakyat yang seharusnya menjadi tujuan utama pengelola negara yakni pemerintah dan DPR.

Seharusnya partai politik membiayai diri sendiri dengan cara yang halal dan terhormat. Partai politik adalah jalan yang tepat untuk berkorban dan memberikan pengorbanan bagi rakyat, bangsa dan negara. Partai politik seharusnya menjadi tempat orang yang dermawan, tidak takut miskin demi terwujudnya kesejahteraan rakyat. Bukan sebaliknya menjadi tempat orang mencari kerja, uang dan kekuasaan yang akhirnya akan tega mengorbankan rakyat, bangsa dan negara menjadi sapi perah.

Mereka yang aktif di partai politik seharusnya rela mengeluarkan harta, tenaga bahkan jiwa raga demi tercapainya idealisme, kejujuran dan keadilan. Rakyat yang melihat orang-orang seperti ini pun pasti tidak akan tinggal diam membantu dengan suka rela dan iklas semampu mereka sebagaimana rakyat dahulu membantu pejuang-pejuang negara ini dalam mengusir penjajah. Rakyat suka rela membantu para pejuang dengan harta walaupun mereka miskin, memberikan makanan walaupun mereka juga sering kekurangan dan kelaparan, bahkan mereka rela dibunuh demi kerahasiaan keberadaan para pejuang. Dengan demikian keberhasilan mereka dipilih oleh rakyat adalah buah dari kerja keras yang idealis, jujur dan adil dan didukung oleh rakyat yang sadar akan manfaat perjuangan mereka. Bukan dari hasil permainan dan menghalalkan segala cara. Para aparat yang terpilih dari proses yang jujur akan bekerja tanpa beban, bekerja keras dan berusaha yang terbaik untuk mensejahterakan rakyat.

Walaupun masa sekarang ini dan dalam jangka waktu pendek kecil harapan untuk membuat “mereka” jera dan memperbaiki kondisi bangsa. Namun kita tetap tidak boleh putus asa, kita harus tetap berusaha sekecil apapun yang kita bisa. Segala hal positif yang kita lakukan sekarang ini akan menjadi saham yang di masa depan bisa terakumulasi dan memberikan manfaat bagi bangsa ini. Mulailah untuk berpikir panjang dan memikirkan masa depan sebelum memilih dalam pemilu, pilkada dan pengambilan keputusan yang sejenis. Mulailah berbuat positif dalam perilaku sehari-hari, tidak KKN, menyuap, memboroskan sumber daya milik pribadi maupun milik negara dan lain sebagainya.

Semoga bangsa ini belum terlambat untuk memperbaiki diri.

Tidak ada komentar: