Robert Klitgaard (2006) menyarankan agar pemberantasan korupsi dimulai dengan sesuatu yang nyata yang dapat dilihat dan dirasakan langsung manfaatnya oleh rakyat. Suatu tindakan nyata akan sangat mempengaruhi pola pikir dan perilaku rakyat terhadap korupsi yang pada akhirnya akan sangat membantu upaya pemberantasan korupsi.
Tindakan para alumni STAN yang sudah mulai berani “say no 4 C” adalah tindakan nyata, dan dampak langsungnya dapat dirasakan oleh masyarakat. Tetapi tindakan tersebut belum cukup untuk menghancurkan “gunung es” korupsi yang terus terjadi. Karena “Action more strong than words”, maka tindakan2 tersebut harus diakumulasikan, “ditularkan” dan diumumkan agar dampaknya menjadi “strongest” hingga cukup kuat untuk menghancurkan gunung es dan menghalangi terbentuknya gunung es baru.
Image yang berkembang di masyarakat bahwa lulusan STAN akan menjadi orang “sukses” dan “kaya”. Bahkan beberapa waktu lalu di Metro TV dalam acara Editorial, seorang penelpon menumpahkan keluh kesahnya saat berurusan dengan beberapa alumni STAN. Dengan adanya gerakan ini maka kita akan mengumumkan kepada khalayak bahwa tidak semua alumni STAN “seperti itu”. Saya masih ingat waktu beberapa tetangga dan kerabat mengetahui bahwa saya lulus ujian masuk STAN. Reaksi mereka adalah surprise dan mengucapkan selamat pada keluarga saya dengan mengatakan bahwa saya kelak akan menjadi orang “sukses” dan “kaya”. Mereka merujuk pada beberapa alumni STAN yang mereka kenal yang baru beberapa tahun bekerja tetapi sudah “sukses, mapan dan kaya”.
Dengan adanya gerakan ini, alumni STAN yang “nakal” sedikit banyak akan merasa malu dan mempunyai beban moral bila hendak melakukan hal-hal yang berhubungan dengan korupsi. Di sisi lain, masyarakat yang akan berhubungan dengan alumni STAN akan merasa “aman” dan “nyaman” karena stigma gerakan ini. Apabila pada kenyataannya mereka menemui alumni STAN yang “nakal”, maka akan timbul keberanian untuk bertanya mengapa ada paradoks di tengah gerakan Alumni STAN Anti Korupsi.
Di tengah ketidakberdayaan perguruan tinggi kedinasan dalam menjawab kebutuhan dan kesulitan masyarakat, ditambah lagi dengan kebobrokan yang dilakukan beberapa perguruan tinggi kedinasan, maka gerakan alumni STAN anti korupsi akan menjadi oasis bagi miringnya anggapan masyarakat terhadap keberadaan perguruan tinggi kedinasan. Mungkin hal ini akan menarik perhatian masyarakat akan eksistensi perguruan tinggi kedinasan khususnya STAN. Siapa tahu di masa depan yang mewisuda lulusan STAN adalah RI No.1.
Apalagi ada beberapa kredit point yang telah STAN miliki yang dapat dijadikan modal, yaitu:
- Menkeu Sri Mulyani sangat konsern dengan keberadaan STAN. Bahkan beberapa waktu lalu beliau mengunjungi STAN secara mendadak/tanpa jadwal terlebih dahulu dengan membawa para eselon I Depkeu.
- Banyak alumnus STAN/IIK/StiKN yang masih merupakan satu keluarga yang sudah memegang jabatan penting pengambilan keputusan.
- STAN telah memasukkan materi anti korupsi dalam kurikulumnya.
- STAN menjadi yang pertama dan satu2nya PT kedinasan yang bekerja sama dengan KPK menyelenggarakan Perkuliahan Anti Korupsi.
- STAN tahun lalu masuk MURI dengan rekor pendaftar terbanyak di Indonesia.
- STAN di masa datang dapat masuk ke semua Pemda, Departemen dan LPND.
So, bisakah hal ini terwujud???
Tindakan para alumni STAN yang sudah mulai berani “say no 4 C” adalah tindakan nyata, dan dampak langsungnya dapat dirasakan oleh masyarakat. Tetapi tindakan tersebut belum cukup untuk menghancurkan “gunung es” korupsi yang terus terjadi. Karena “Action more strong than words”, maka tindakan2 tersebut harus diakumulasikan, “ditularkan” dan diumumkan agar dampaknya menjadi “strongest” hingga cukup kuat untuk menghancurkan gunung es dan menghalangi terbentuknya gunung es baru.
Image yang berkembang di masyarakat bahwa lulusan STAN akan menjadi orang “sukses” dan “kaya”. Bahkan beberapa waktu lalu di Metro TV dalam acara Editorial, seorang penelpon menumpahkan keluh kesahnya saat berurusan dengan beberapa alumni STAN. Dengan adanya gerakan ini maka kita akan mengumumkan kepada khalayak bahwa tidak semua alumni STAN “seperti itu”. Saya masih ingat waktu beberapa tetangga dan kerabat mengetahui bahwa saya lulus ujian masuk STAN. Reaksi mereka adalah surprise dan mengucapkan selamat pada keluarga saya dengan mengatakan bahwa saya kelak akan menjadi orang “sukses” dan “kaya”. Mereka merujuk pada beberapa alumni STAN yang mereka kenal yang baru beberapa tahun bekerja tetapi sudah “sukses, mapan dan kaya”.
Dengan adanya gerakan ini, alumni STAN yang “nakal” sedikit banyak akan merasa malu dan mempunyai beban moral bila hendak melakukan hal-hal yang berhubungan dengan korupsi. Di sisi lain, masyarakat yang akan berhubungan dengan alumni STAN akan merasa “aman” dan “nyaman” karena stigma gerakan ini. Apabila pada kenyataannya mereka menemui alumni STAN yang “nakal”, maka akan timbul keberanian untuk bertanya mengapa ada paradoks di tengah gerakan Alumni STAN Anti Korupsi.
Di tengah ketidakberdayaan perguruan tinggi kedinasan dalam menjawab kebutuhan dan kesulitan masyarakat, ditambah lagi dengan kebobrokan yang dilakukan beberapa perguruan tinggi kedinasan, maka gerakan alumni STAN anti korupsi akan menjadi oasis bagi miringnya anggapan masyarakat terhadap keberadaan perguruan tinggi kedinasan. Mungkin hal ini akan menarik perhatian masyarakat akan eksistensi perguruan tinggi kedinasan khususnya STAN. Siapa tahu di masa depan yang mewisuda lulusan STAN adalah RI No.1.
Apalagi ada beberapa kredit point yang telah STAN miliki yang dapat dijadikan modal, yaitu:
- Menkeu Sri Mulyani sangat konsern dengan keberadaan STAN. Bahkan beberapa waktu lalu beliau mengunjungi STAN secara mendadak/tanpa jadwal terlebih dahulu dengan membawa para eselon I Depkeu.
- Banyak alumnus STAN/IIK/StiKN yang masih merupakan satu keluarga yang sudah memegang jabatan penting pengambilan keputusan.
- STAN telah memasukkan materi anti korupsi dalam kurikulumnya.
- STAN menjadi yang pertama dan satu2nya PT kedinasan yang bekerja sama dengan KPK menyelenggarakan Perkuliahan Anti Korupsi.
- STAN tahun lalu masuk MURI dengan rekor pendaftar terbanyak di Indonesia.
- STAN di masa datang dapat masuk ke semua Pemda, Departemen dan LPND.
So, bisakah hal ini terwujud???
Tidak ada komentar:
Posting Komentar