Minggu, 01 Juni 2008

PIN "SAYA TIDAK KORUPSI" PADA INSTANSI PELAYANAN PUBLIK


Penggerebekan suatu institusi pelayanan publik yang dilakukan KPK beberapa hari lalu menunjukkan hasil yang mengejutkan dan memalukan. Mengejutkan karena disinyalir transaksi suap yang terjadi dalam satu bulan mencapai 12,5 milyar. Di hari penggerebekan tersebut ditemukan uang sebesar 500juta dan berbagai barang bukti lainnya. Bayangkan tak terhingga banyaknya uang suap yang bisa dikumpulkan apabila KPK tidak kunjung melakukan penggerebekan.

Kejadian ini juga sangat memalukan bagi gerakan reformasi birokrasi yang dijalankan terutama dengan menaikkan remunerasi atau penghasilan para penyelenggara negara. Uang milik rakyat yang sebagian besarnya sedang dalam kemiskinan dan hampir jatuh miskin sengaja dialokasikan untuk memperbaiki kesejahteraan para birokrat dengan harapan akan memberikan kinerja dan pelayanan yang prima dan bebas KKN bagi rakyat, ternyata belumlah cukup berarti untuk menghilangkan buruknya mental, moral dan budaya birokrasi kita. Hal ini semakin memperpanjang catatan hitam para birokrat yang sudah digaji cukup tinggi bahkan sangat tinggi seperti yang pernah terjadi di institusi Pajak, Bea Cukai, Bank Indonesia, DPR bahkan KPK sendiri. Catatan hitam ini mungkin akan semakin panjang karena masih banyak institusi pemerintah yang terkesan “cuek” bahkan “untouchable” dengan gerakan pemberantasan korupsi.

Walaupun masih sering terjadi hal-hal yang memalukan, gerakan reformasi birokrasi dan pemberantasan korupsi tidak boleh mundur dan terhenti. Gerakan reformasi birokrasi dan pemberantasan korupsi harus tetap tegar berjalan maju dan melibas apa saja yang menghalanginya. Bila para koruptor dan kroni-kroninya menggunakan segala cara untuk melanggengkan aksinya, maka segala cara juga perlu diambil dalam gerakan reformasi birokrasi dan pemberantasan korupsi untuk menghentikannya, dari cara-cara yang sederhana hingga yang rumit dan menggunakan teknologi tinggi.

Pin Saya Tidak Korupsi

Tampaknya iklan-iklan, spanduk-spanduk dan pamflet anti korupsi yang dipajang di kantor-kantor pelayanan publik belumlah cukup ampuh untuk memberantas praktek suap dan korupsi yang telah membudaya dan terus ber-regenerasi. Bahkan di televisi sering kita saksikan saat penggerebekan dan penangkapan para oknum yang sedang “apes” juga terdapat slogan, iklan, pamflet, dan poster anti korupsi di kantor atau ruangan oknum yang bersangkutan. Mungkin semua itu hanya dianggap seperti rambu-rambu lalu lintas yang telah biasa dilanggar setiap hari yang bila tidak ada polisi atau tidak tertangkap basah berarti boleh untuk dilanggar, bahkan bila tertangkap pun masih terbuka jalan untuk berkelit dan berdamai.

Iklan-iklan anti korupsi dan sejenisnya yang tidak terlalu berdampak positif pada perilaku birokrasi kita mungkin saja dikarenakan karena yang bersangkutan merasa tidak “terbidik” atau tidak “terkena” secara pribadi dengan iklan-iklan tersebut. Oleh karena itu mungkin bisa dicoba cara dengan lebih melibatkan para birokrasi kita secara personal atau pribadi dalam gerakan pemberantasan korupsi termasuk dalam pengiklanan anti korupsi atau dalam bahasa marketingnya “Anti Corruption Self Marketing/Campaign”. Sudah saatnya kita mengangkat semua jajaran birokrasi kita sendiri sebagai bintang iklan pemberantasan korupsi.

Cara ini dapat ditempuh dengan membuat Pin yang bertuliskan “Saya Tidak Korupsi” yang wajib dipakai oleh penyelenggara negara dari level atas hingga level bawah. Pin “Saya Tidak Korupsi” ini disematkan di pakaian. Dengan adanya pin “Saya Tidak Korupsi” yang dipakai oleh setiap birokrat, maka otomatis setiap penyelenggara negara telah menjadi bintang iklan gerakan anti korupsi. Berarti setiap penyelenggara negara terlibat secara langsung dan pribadi dalam kampanye anti korupsi. Dengan demikian diharapkan dapat memberikan efek yang lebih mengena dalam aktivitas sehari-hari para birokrat terutama saat memberikan pelayanan publik. Hal ini harus didukung dengan sosialisasi dan peraturan yang tegas tentang pemakaian pin “Saya Tidak Korupsi”. Setiap pegawai wajib mengenakan pin tersebut dan setiap orang/masyarakat yang hendak berurusan dengan penyelenggara negara harus berurusan dengan pegawai yang menggunakan pin tersebut. Bila masyarakat dilayani oleh pegawai yang tidak memakai pin tersebut maka mereka berhak untuk memilih pegawai lain yang sedang memakai pin “Saya Tidak Korupsi” sekaligus melaporkan pegawai yang tidak mengenakan pin tersebut kepada atasannya ataupun pihak yang berwenang.

Setidaknya dengan penggunaan pin “Saya Tidak Korupsi” ini akan memberikan efek pencegahan secara timbal balik antara penyelenggara negara dengan masyarakat yang dilayani. Di satu sisi pegawai yang memakai pin “Saya Tidak Korupsi” akan merasa malu bila melakukan korupsi dan sejenisnya karena yang bersangkutan terlibat secara langsung dalam kampanye anti korupsi. Di sisi lain, masyarakat yang melihat pegawai yang mengenakan pin “Saya Tidak Korupsi” di bajunya akan berpikir panjang bila berniat melakukan penyuapan ataupun dapat langsung berani menolak bila dibebankan pungutan liar oleh pegawai yang nakal, atau paling tidak masyarakat dapat mempertanyakan ketidakkonsistenan pin yang dipakai pegawai dengan perilaku pegawai tersebut ataupun dengan mentertawai perilaku pegawai nakal tersebut bila memang tetap mendapatkan pelayanan yang korup.

Pemberantasan korupsi memang bukanlah hal yang mudah, tetapi juga bukanlah hal yang mustahil. Bukan mustahil pula bila korupsi dapat diminimalisir dalam waktu yang relatif singkat. Pendapat yang menyatakan pemberantasan korupsi membutuhkan jalan yang sangat panjang dan berliku agar bisa memberikan kesejahteraan bagi rakyat bisa saja memperlemah semangat anti korupsi masyarakat. Kelemahan ini mulai terlihat dari beberapa survey yang menyatakan masyarakat merindukan kehidupan “di masa lalu” di mana korupsi sangat menggurita namun tidak atau belum diekspos besar-besaran seperti sekarang.

Keberhasilan pemberantasan korupsi bergantung pada kesungguhan dan dukungan semua pihak. Segala cara patut ditempuh dalam rangka memberantas korupsi di negeri ini, dari cara-cara yang sederhana hingga cara-cara yang canggih baik dari segi pencegahan maupun tindakan tegas dengan penegakan hukum yang adil, transparan, dan konsisten. Dan salah satu indikator keberhasilan pemberantasan korupsi dan reformasi birokrasi adalah “saat di mana rakyat sudah merasa “aman” dan “nyaman” ketika menggunakan ataupun mengakses pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah dan dibiayai dari uang rakyat itu sendiri.

Indonesia Bebas Korupsi??? Itu Harus Bisa!!!

Tidak ada komentar: