Selasa, 15 April 2008

Menghindari Peluang Korupsi Dengan Transparansi Dokumen Anggaran

Dokumen anggaran adalah sumber pendanaan aktivitas suatu kantor. Dalam instansi pemerintah dokumen ini disebut DIPA yaitu dokumen isian pelaksanaan anggaran. Dalam DIPA terdapat batas tertinggi (pagu) anggaran untuk suatu kegiatan. Pagu anggaran tersebut untuk membiayai kegiatan-kegiatan operasional/rutin suatu kantor dan kegiatan-kegiatan lainnya yang bersifat penambahan asset.

Sebelum menjadi DIPA, masing-masing satuan kerja (satker) atau kantor mengajukan usulan rencana kegiatannya selama satu tahun yang akan dibiayai dalam DIPA. Setelah melalui pembahasan dan analisis dengan pihak-pihak yang berwenang dalam menentukan anggaran, maka DIPA pun disetujui. Disetujuinya DIPA ini tidak berarti setiap satker bebas menggunakannya. Mekanisme penggunaan dana dalam DIPA ini harus sesuai dengan aturan yang berlaku yaitu Keppres No. 80 Tahun 2005 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa Instansi Pemerintah.

Meskipun sudah ada mekanisme khusus dalam proses penggunaan dana DIPA juga terdapat peluang KKN yang dapat merugikan satker bersangkutan dan masyarakat yang dilayani secara khusus dan merugikan negara pada umumnya. Diantaranya adalah penggunaan dana untuk keperluan lain yang tidak sesuai dengan DIPA yang kemudian dipertanggungjawabkan seolah-olah telah digunakan sesuai dengan peruntukannya dalam DIPA, Pertanggungjawaban dana yang lebih besar dari pengeluaran yang seharusnya (mark up), pemecahan kegiatan agar tidak dilakukan pelelangan, dan proses pengadaan barang/jasa fiktif.

Untuk mencegah dan meminimalisir kemungkinan KKN dalam penggunaan DIPA ini dapat dilakukan dengan mekanisme transparansi. DIPA bukanlah dokumen rahasia sehingga setiap anggota satker dapat mengetahui apa saja kegiatan yang ada didalamnya dan berapa jumlah dananya. DIPA dan realisasinya seharusnya diumumkan (misalnya dalam papan pengumuman kantor) agar setiap anggota satker dapat memonitor kegiatan apa saja yang dilakukan dan apakah penggunaan dananya telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Contoh:

1. Dalam DIPA tercantum kegiatan pengadaan pensil untuk semua pegawai kantor yang berjumlah 40 orang selama satu tahun. Berarti setiap pegawai berhak mendapatkan sebuah pensil untuk menjalan pekerjaannya dalam satu tahun. Bila seorang pegawai atau lebih tidak mendapatkan sebuah pensil, maka yang bersangkutan akan bertanya mengapa bisa terjadi demikian padahal dana pembelian pensil telah tersedia. Demikian juga dengan merk dan harga pensil. Informasi tentang merk pensil dan harganya dapat dengan mudah didapatkannya. Pegawai yang menerima pensil dengan merk tertentu dapat mengkalkulasikan harga pengadaan pensil selama satu tahun sehingga dengan mudah dapat mengetahui apakah dana dalam DIPA telah digunakan dengan benar, ada kelebihan atau kekurangan dana.

2. Kantor berencana membeli sebuah komputer dan printer dengan pagu dana masing masing Rp8juta dan Rp500ribu. Informasi mengenai merk dan harga computer/printer di pasaran tentunya bisa diketahui oleh pegawai. Bila komputer dan printer yang dibeli kantor harganya tidak sesuai (lebih tinggi) dari harga pasar untuk merk tertentu, maka hal ini dapat diketahui dan dilaporkan kepada pihak-pihak terkait.

Transparansi dapat membawa pada akuntabilitas. Dengan adanya transparansi maka peluang dan niat tidak baik dari para pengambil keputusan dapat diminimalisir dan dicegah agar tidak menjadi kenyataan. Ingat!!! Kejahatan timbul bukan hanya karena ada niat, tetapi karena adanya kesempatan. Waspadalah!!! Waspadalah!!! Dan transparansi membuat kita semua menjadi waspada!!!